Orang yang berhaji mengorbankan apa yang dicintainya kepada
Allah SWT. Hewan kurban adalah simbolisasi dari ekspresi keyakinan dan ketaatan
makhluk kepada Sang Khalik.
Pengorbanan dan rasa syukur atas anugerah jiwa raga, harta
benda, rumah, dan keluarga untuk Tuhan (agama) dalam Islam tersimbolisasikan
dalam makna “hijrah”. Hijrah seperti kita tahu adalah perpindahan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dari
Mekkah ke Madinah. Hijrah menunjukkan lebih dari
sekadar pengorbanan dan perjuangan, tetapi juga penyucian diri. Aplikasi dari semangat dan
nilai hijrah itu dalam sejarah Islam terpatrikan melalui perjalanan haji. Haji
merupakan hijrah menuju Allah.
Ibadah haji merupakan ritual keagamaan yang
sudah dilaksanakan di Arabia jauh sebelum Islam datang. Pada masa jahiliyah,
haji menjadi ritual ekonomi dan bisnis. Thawaf, melempar jumrah, sa’i, dan
kurban di tanah haram, kesemuanya merupakan tradisi pra Islam. Nabi Muhammad
SAW lah yang menegakkan makna religius haji. Karena itulah kenapa ibadah haji
identik dengan hijrah.
Ada saat-saat paling mengagumkan dalam rangkaian ibadah
haji, yaitu wukuf di padang ‘Arafah. Saat dimana kehidupan dunia dengan segala
hal yang menyenangkan dan mengecewakan, harapan dan ketakutan, prestasi dan
frustasi, ditinggalkan secara bersama-sama seraya memanjatkan untaian doa,
salawat, dan kalimat talbiyah dengan penuh khusyu’ dan syahdu. Dalam tindakan
simbolik perkumpulan terakhir (mahsyar) ini, waktu seakan menemukan keabadian
dalam kehidupan jamaah haji. Oleh Nabi Muhammad SAW, mereka dianggap
seolah-olah telah diciptakan kembali sebagaimana pada hari ketika mereka
dilahirkan oleh ibunya.
Hal ini berarti bahwa pengalaman berhaji memberikan dampak
bagi orang yang melakukannya berupa kehidupa murni, dalam pengertian lebih bersih dari sebelumnya. Apa
pun yang ia lakukan kemudian pasca berhaji diukur oleh makna dan tanggung jawab yang mengagumkan dari
pengalaman itu. Disinilah sejatinya identifikasi dari predikat “mabrur”.
Di luar itu semua, ibadah haji memiliki
sejumlah arti penting. Hari-hari ketika berhaji menjadi saksi bagi ajang
tahunan terbesar umat Islam berkumpul dari segala penjuru bumi. Karenanya, ia merupakan pertemuan tahunan umat Islam yang diselenggarakan untuk membuat
Muslim peduli akan kekuatan dan kelemahan mereka serta memungkinkan mereka
untuk berbagi ide dan gagasan. Sepanjang sejarah ibadah haji, pergerakan
religius, keputusan dan gagasan-gagasan monumental diambil
dan dipertukarkan.
Di sini juga panggilan jihad kepada Allah melawan tirani,
dominasi, kejahatan, dan ketidakadilan diproklamirkan.
Merefleksikan banyaknya pelajaran dan hikmah serta arti penting haji bagi
setiap Muslim, status “haji” atau “hajjah” dan prestise sosial yang diperoleh
pasca berhaji hendaknya disyukuri dengan penuh kerendahan hati, dan tidak
menjadikan kita sombong dan membangga-banggakan diri. Karena haji adalah ibadah
yang dilaksanakan dalam rangka mencari ridha Allah SWT semata.
Alfianto
DiCetak Radar Lampung Pada Kolom Opini, 25 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar