Nafas kehidupan para buruh semakin kembang kempis. Pekerja saat ini menghadapi ancaman dan bahaya hidup yang tidak layak, yaitu UPAH MURAH. Upah yang diterima buruh sekarang ini belum mampu meningkatkan taraf hidup yang sejahtera bagi buruh dan keluarganya.
Coba kita
tengok kembali persoalan - persoalan perburuhan di Indonesia. Peraturan dan
mekanisme penentuan Upah Minimum Kota (UMK). Sebelum tahun 2006, kebijakan upah
tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NO 1 Tahun 1999 Tentang Upah
Minimum dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO 226 Tahun 2000
tentang Perubahan Pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan 21 PERMENAKER NO 1 Tahun 1999
tentang Upah Minimum.
Undang -
Undang Ketenagakerjaan NO 13 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa upah minimum yang
diterima buruh diputuskan secara bertahap agar dapat memenuhi kebutuhan hidup
layak (KHL). Implementasi dari undang - undang tersebut adalah PERMENAKER NO 17
Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup
layak (KHL). UMK ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan usulan Wali Kota, setelah
menerima hasil survey dari dewan pengupahan kota/kabupaten.
Fakta yang
terjadi dilapangan setiap tahun, penetapan upah minimum kota (UMK) di tiap
Provinsi atau Kota selalu mengalami gejolak. Mengapa demikian?
Konflik
pengupahan tiap tahun yang sudah menjadi ritual ini, sebenarnya menyampaikan
kepada semua khalayak bahwa buruh masih diberi upah secara rendah dan belum
memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Suara buruh di respon dingin oleh
pengusaha dan pemerintah, dengan dalih kebijakan investasi.
Sebagai
manusia yang bermartabat, buruh meski ditempatkan pada posisinya yang lebih
tinggi dari pada modal. Buruh merupakan Subjek kerja dan meski mendapatkan
imbalan yang sedemikian rupa, sehingga ada kemungkinan untuk secara layak
mengembangkan diri dan keluarganya baik jasmani, sosial dan rohani.
Dalam Undang
- Undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa penentuan upah minimum didasarkan
pada kebutuhan hidup layak (KHL). Namun petunjuk tekhnis penghitungan upah
minimum kota (UMK), yang tertuang dalam PERMENAKER NO 17 Tahun 2005 justru jauh
dari hidup layak. Kebutuhan dasar yang dirinci dalam 46 poin kebutuhan, yang dijadikan
acuan dalam survey pasar belum realistis untuk memenuhi kebutuhan hidup layak
bagi buruh dan keluarganya.
Upah murah
yang diberikan oleh pemberi kerja adalah sebuah pemikiran dan tindakan sempit
atas pemaknaan kerja. Upah yang diterima buruh, belum sebanding dengan nilai
yang dia (Buruh) berikan untuk menghasilkan barang jadi, yang siap digunakan
oleh masyarakat. Maka perlakukan buruh sesuai dengan martabatnya sebagai
manusia.
Alfianto
KASBI Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar