Minggu, 06 Mei 2012

Nasib Kaum Buruh


Nafas kehidupan para buruh semakin kembang kempis. Pekerja saat ini menghadapi ancaman dan bahaya hidup yang tidak layak, yaitu UPAH MURAH. Upah yang diterima buruh sekarang ini belum mampu meningkatkan taraf hidup yang sejahtera bagi buruh dan keluarganya.
Coba kita tengok kembali persoalan - persoalan perburuhan di Indonesia. Peraturan dan mekanisme penentuan Upah Minimum Kota (UMK). Sebelum tahun 2006, kebijakan upah tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja NO 1 Tahun 1999 Tentang Upah Minimum dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi NO 226 Tahun 2000 tentang Perubahan Pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan 21 PERMENAKER NO 1 Tahun 1999 tentang Upah Minimum.
Undang - Undang Ketenagakerjaan NO 13 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa upah minimum yang diterima buruh diputuskan secara bertahap agar dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Implementasi dari undang - undang tersebut adalah PERMENAKER NO 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL). UMK ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan usulan Wali Kota, setelah menerima hasil survey dari dewan pengupahan kota/kabupaten.
Fakta yang terjadi dilapangan setiap tahun, penetapan upah minimum kota (UMK) di tiap Provinsi atau Kota selalu mengalami gejolak. Mengapa demikian?
Konflik pengupahan tiap tahun yang sudah menjadi ritual ini, sebenarnya menyampaikan kepada semua khalayak bahwa buruh masih diberi upah secara rendah dan belum memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Suara buruh di respon dingin oleh pengusaha dan pemerintah, dengan dalih kebijakan investasi.
Sebagai manusia yang bermartabat, buruh meski ditempatkan pada posisinya yang lebih tinggi dari pada modal. Buruh merupakan Subjek kerja dan meski mendapatkan imbalan yang sedemikian rupa, sehingga ada kemungkinan untuk secara layak mengembangkan diri dan keluarganya baik jasmani, sosial dan rohani.
Dalam Undang - Undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa penentuan upah minimum didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL). Namun petunjuk tekhnis penghitungan upah minimum kota (UMK), yang tertuang dalam PERMENAKER NO 17 Tahun 2005 justru jauh dari hidup layak. Kebutuhan dasar yang dirinci dalam 46 poin kebutuhan, yang dijadikan acuan dalam survey pasar belum realistis untuk memenuhi kebutuhan hidup layak bagi buruh dan keluarganya.
Upah murah yang diberikan oleh pemberi kerja adalah sebuah pemikiran dan tindakan sempit atas pemaknaan kerja. Upah yang diterima buruh, belum sebanding dengan nilai yang dia (Buruh) berikan untuk menghasilkan barang jadi, yang siap digunakan oleh masyarakat. Maka perlakukan buruh sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

Alfianto
KASBI Lampung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar