Kamis, 24 Mei 2012

Ibadah Haji, Panggilan Sang Khalik


Orang yang berhaji mengorbankan apa yang dicintainya kepada Allah SWT. Hewan kurban adalah simbolisasi dari ekspresi keyakinan dan ketaatan makhluk kepada Sang Khalik.

Pengorbanan dan rasa syukur atas anugerah jiwa raga, harta benda, rumah, dan keluarga untuk Tuhan (agama) dalam Islam tersimbolisasikan dalam makna “hijrah”. Hijrah seperti kita tahu adalah perpindahan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dari Mekkah ke Madinah. Hijrah menunjukkan lebih dari sekadar pengorbanan dan perjuangan, tetapi juga penyucian diri. Aplikasi dari semangat dan nilai hijrah itu dalam sejarah Islam terpatrikan melalui perjalanan haji. Haji merupakan hijrah menuju Allah.

Ibadah haji merupakan ritual keagamaan yang sudah dilaksanakan di Arabia jauh sebelum Islam datang. Pada masa jahiliyah, haji menjadi ritual ekonomi dan bisnis. Thawaf, melempar jumrah, sa’i, dan kurban di tanah haram, kesemuanya merupakan tradisi pra Islam. Nabi Muhammad SAW lah yang menegakkan makna religius haji. Karena itulah kenapa ibadah haji identik dengan hijrah.

Ada saat-saat paling mengagumkan dalam rangkaian ibadah haji, yaitu wukuf di padang ‘Arafah. Saat dimana kehidupan dunia dengan segala hal yang menyenangkan dan mengecewakan, harapan dan ketakutan, prestasi dan frustasi, ditinggalkan secara bersama-sama seraya memanjatkan untaian doa, salawat, dan kalimat talbiyah dengan penuh khusyu’ dan syahdu. Dalam tindakan simbolik perkumpulan terakhir (mahsyar) ini, waktu seakan menemukan keabadian dalam kehidupan jamaah haji. Oleh Nabi Muhammad SAW, mereka dianggap seolah-olah telah diciptakan kembali sebagaimana pada hari ketika mereka dilahirkan oleh ibunya.

Hal ini berarti bahwa pengalaman berhaji memberikan dampak bagi orang yang melakukannya berupa kehidupa murni, dalam pengertian lebih bersih dari sebelumnya. Apa pun yang ia lakukan kemudian pasca berhaji diukur oleh makna dan tanggung jawab yang mengagumkan dari pengalaman itu. Disinilah sejatinya identifikasi dari predikat “mabrur”.

Di luar itu semua, ibadah haji memiliki sejumlah arti penting. Hari-hari ketika berhaji menjadi saksi bagi ajang tahunan terbesar umat Islam berkumpul dari segala penjuru bumi. Karenanya, ia merupakan pertemuan tahunan umat Islam yang diselenggarakan untuk membuat Muslim peduli akan kekuatan dan kelemahan mereka serta memungkinkan mereka untuk berbagi ide dan gagasan. Sepanjang sejarah ibadah haji, pergerakan religius, keputusan dan gagasan-gagasan monumental diambil dan dipertukarkan.

Di sini juga panggilan jihad kepada Allah melawan tirani, dominasi, kejahatan, dan ketidakadilan diproklamirkan. Merefleksikan banyaknya pelajaran dan hikmah serta arti penting haji bagi setiap Muslim, status “haji” atau “hajjah” dan prestise sosial yang diperoleh pasca berhaji hendaknya disyukuri dengan penuh kerendahan hati, dan tidak menjadikan kita sombong dan membangga-banggakan diri. Karena haji adalah ibadah yang dilaksanakan dalam rangka mencari ridha Allah SWT semata.

Salah satu pesan utama haji adalah agar seorang mukmin mampu membunuh berhala-berhala egoisme dan keangkuhan yang terproyeksikan dalam bentuk kecintaan pada harta dunia supaya tidak menghalangi kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT. Akhirnya selamat mempersiapkan ibadah haji 2012.

Alfianto
DiCetak Radar Lampung Pada Kolom Opini, 25 Mei 2012

Kamis, 10 Mei 2012

Rencana Revisi UU No 32/2002 Tentang Penyiaran= Mengucilkan Penyiaran Komunitas


Awalan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan roh sistem penyiaran nasional Indonesia. Lahirnya UU tersebut merupakan tonggak berdirinya demokratisasi dibidang penyiaran dan informasi, yang secara fundamental merupakan perwujudan hak asasi dalam kebebasan menyatakan pendapat dan menyebarkan pendapat di muka umum.

Dikeluarkannya UU No. 32/2002 tentang Penyiaran, masyarakat memiliki kedaulatan atas sumberdaya frekuensi dan berhak atas pendirian lembaga penyiaran. UU ini disambut dengan berdirinya beragam lembaga penyiaran, komunitas, niaga, berlangganan dan milik pemerintah.

Dampak positifnya adalah arus informasi menjadi terbuka lebar dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan informasi. Namun, dampak negatifnya adalah penguasaan frekuensi dan penyiaran oleh korporasi bermodal besar terhadap penyiran nasional di Indonesia.

Penguasaan modal besar dari korporasi ini lah yang menyebabkan adanya monopoli dan penyeragaman arus informasi yang cenderung menyebabkan penyiaran dimanfaatkan oleh pemilik modal. Selain itu kewenangan negara diabaikan sehingga negara hanya menjadi alat legitimasi praktek buruk korporasi dalam penyiaran.

Radio Komunitas
Lahirnya Radio Komunitas sebagai salah satu saluran informasi, ruang ekspresi dan sekaligus media konsolidasi berbagai gagasan, cita-cita di tengah tengah komunitas semakin eksis sejak diberlakukannya UU No 32/2002 tentang Penyiaran. Serta dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28f, yang berbunyi “setiap orang yang menjadi warga negara indonesia berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan  informasi dengan menggunakan segala saluran yang ada.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya radio komunitas sering kali berhadapan dengan berbagai persoalan yang diakibatkan oleh pelaksanaan regulasi yang tidak konsisten dilapangan. Hal lain juga masih lemahnya regulasi dalam mendorong tumbuh dan berkembangannya radio komunitas.

Proses Perijinan yang panjang, lama dan melelahkan, minimnya Alokasi Frekwensi daya pancar (daya pancar radio komunitas yang hanya dimasukkan pada kelas D dengan daya pancar maksimal 50 watt, daya jangkau radio komunitas yang hanya 2,5 km dari pusat siaran /pemancar, alokasi frekuensi radio komunitas yang hanya 1,5 % dari 204 kanal yang tersedia (3 kanal) dan lokasi kanal yang rentan bersinggungan dengan frekuensi penerbangan) menyebabkan penyiaran radio komunitas sengaja dipinggirkan.

Selain itu, masih sedikit pemahaman pemerintah daerah terhadap Lembaga Penyiaran Komunitas menyebabkan Pemerintah daerah masih sulit membedakan mana  radio komunitas yang benar-benar tumbuh dan berkembang dimasyarakat sebagai media rakyat, dengan radio “yang meyebut komunitas” yang tumbuh  tanpa melibatkan peran serta masyarakat didalamnya. Singkat kata, semua radio komunitas dianggap liar.

Akan lebih arif jika pemerintah mengatur Lembaga Penyiaran Komunitas dengan mengeluarkan paket UU Penyiaran, yang salah satunya adalah UU Penyiaran Komunitas dengan mengandung tujuan bagaimana UU tersebut mampu menjamin tumbuh dan berkembangnya radio komunitas bersama lembaga penyiaran yang lain.  Disini ada kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembanganya Lembaga Penyiaran Komunitas baik dalam pengembangan kapasitas dan teknis.

Alfianto
Jaringan Radio Komunitas Lampung
Di Terbitkan Radar Lampung pada 14 April 2012, Kolom TAJUK

Rabu, 09 Mei 2012

Eksploitasi Seksual Komersial Anak Di Negeri Ini


Eksploitasi Seksual Komersial Anak merupakan “Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai objek seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan terhadap anak dan mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan modern.”(Deklarasi dan Agenda stokholm).
Setiap tahun diperkirakan ada 100.000 anak dan perempuan yang diperdagangkan di Indonesia. Diperkirakan juga bahwa 30 persen perempuan yang terlibat dalam pelacuran di Indonesia masih berumur di bawah 18 tahun dengan 40.000 - 70.000 anak Indonesia yang menjadi korban eksploitasi seksual. Institut Perempuan melaporkan bahwa sekitar 43,5 persen korban trafiking masih berusia 14 tahun walaupun sebagian besar perdagangan anak melibatkan anak-anak usia 17 tahun.
Permintaan terhadap seks anak telah memicu terjadinya perdagangan seks anak secara global sementara kemiskinan, diskriminasi serta keinginan untuk memiliki sebuah kehidupan yang lebih baik membuat anak-anak menjadi rentan terhadap ESKA. Anak-anak sangat rentan untuk diperdagangkan dengan tujuan seks karena mereka seringkali kurang berpendidikan, lebih mudah untuk dimanfaatkan karena kekuasaan yang besar atau dapat ditipu oleh orang yang telah dewasa. Anak-anak juga mungkin merasa wajib untuk membantu menafkahi keluarga mereka atau lari dari situasi keluarga yang sulit dan bisa dijual atau pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pekerjaan.
Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak, berdasarkan data yang dikumpulkan dari 23 propinsi, tercatat ada lebih dari 2.000 kasus perdagangan anak di Indonesia pada tahun 2007, sebagian besar melalui Batam (400 kasus) dan Jakarta dari daerah-daerah pengirim di Jawa, Indramayu.
Usia anak sering dipalsukan dengan menggunakan KTP palsu yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pencatatan kelahiran di Indonesia sehingga mereka bisa bekerja sebagai buruh migran di luar negeri dengan iming-iming gaji yang besar. Bukti menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri dalam masyarakat China di Propinsi Kalimantan Barat (beberapa kasus juga dilaporkan di Jawa Timur) diperdagangkan untuk pengantin wanita pesanan ke Taiwan, Hong Kong dan Singapura.
Pada tahun 2007 dilaporkan bahwa para pelaku traffiking telah menggunakan dokumen-dokumen palsu untuk mendapatkan visa wisatawan untuk perempuan dan anak. Perdagangan perempuan dan anak perempuan domestik juga mewakili sebuah masalah eksploitasi yang besar di seluruh Indonesia. Perempuan dan anak-anak perempuan direkrut dengan janji akan dipekerjakan di sebuah restoran atau pabrik atau sebagai pembantu rumah tangga tetapi malah dipaksa masuk ke dalam perdagangan seks.
Pada bulan Mei 2008, ada sebuah trend baru perdagangan anak perempuan umur 13 tahun ke daerah-daerah pembalakan liar di Kalimantan Barat. Kalimantan Barat dikenal sebagai sebuah daerah dimana anak-anak perempuan yang sebagian besar masih berusia antara 13-17 tahun diperdagangkan dari pulau tersebut, dengan janji akan dipekerjakan sebagai pekerja restoran atau pembantu tetapi kenyataannya malah dipaksa masuk kedalam lokalisasi. Ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang dianggap sebagai daerah tujuan atau daerah pengirim. Misalnya, Bali dikenal sebagai daerah tujuan untuk perdagangan perempuan dan anak untuk tujuan seksual sedangkan Surabaya dianggap sebagai daerah tujuan untuk trafiking domestik dan sebagai daerah transit untuk beberapa rute internasional.
Jawa Barat dikenal sebagai daerah pemasok untuk pelacuran anak dan perempuan sedangkan Jakarta, Batam dan Surabaya dikenal sebagai daerah tujuan.
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia menyatakan bahwa dari tahun 1972 - 2008, mereka telah mencatat lebih dari 13.703 anak korban eksploitasi seksual di daerah-daerah tujuan wisata di 40 desa di 6 propinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Jawa Barat dan Jawa Timur.
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perdagangan anak untuk tujuan seksual, baik untuk pelacuran anak maupun pornografi, ditemukan di Semarang (Jawa Tengah) dan Indramayu (Jawa Barat). Sementara itu, anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual dan pelacuran ditemukan secara merata di propinsi-propinsi tersebut.

Alfianto
"Belajar Menulis"
 

Selasa, 08 Mei 2012

Hak Normatif Buruh

Hak mendasar bagi seorang buruh adalah upah. Upah merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada buruh yang telah bekerja memenuhi kerja produksi pengusaha. Pemenuhan hak ini harus memperhatikan kehidupan yang layak bagi buruh. Tanggung jawab terhadap pemenuhan hak ini bukan hanya berada pada pihak pengusaha, namun pemerintah mempunyai kewajiban besar untuk melindungi kaum buruh dari ketidakadilan pengusaha dalam memberikan upah.
Untuk itu, pemerintah membuat kerangka pengupahan yang layak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan agar dipatuhi oleh pengusaha. Aturan mengenai pengupahan tertuang dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) No.17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.

Pengertian upah dalam UU No.13/2003 adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukannya. Namun, pengertian upah tidak hanya dipahami sebagai imbalan saja sebagaimana diatas, tetapi upah harus dipahami sebagai satu hak yang didapat dan harus sesuai dengan apa yang dihasilkan dari kerja buruh.

Dalam Pasal 88 UU No.13/2003 menyatakan, bahwa setiap buruh berhak mendapatkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk memenuhi hal tersebut, maka Pemerintah membuat suatu aturan untuk melindungi buruh, yaitu dengan menetapkan upah minimum sebagai batasan terendah bagi pengusaha dalam membayarkan upah bagi buruh. Penetapan upah minimum harus disesuaikan dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana amanat UU No.13/2003. Dalam Pasal 1 ayat (1) Permen Nakertrans No.17/2005 disebutkan, KHL adalah standar kehidupan yang harus dipenuhi oleh seorang buruh untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non-fisik, dan sosial untuk kebutuhan 1 bulan.

Upah minimum ditetapkan oleh Pemerintah. Penetapan upah minimum ini diatur dalam Pasal 89 UU No.13/2003, yang menyebutkan bahwa Upah Minimum terdiri dari upah minimum berdasarkan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan Upah minimum berdasarkan sektor pada Provinsi dan Kabupaten/Kota. Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur. Dengan ditetapkannya upah minimum oleh pemerintah yang biasanya ditetapkan setiap tahun, maka pengusaha harus melakukan penyesuaian dan peninjauan terhadap upah para buruh. Dalam melakukan penyesuaian dan peninjauan upah ini, pengusaha dilarang untuk membayar upah lebih rendah dari upah minimum.

Pada prinsipnya, upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 94 UU No.13/2003. Upah pokok merupakan upah minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk upah minimum perlu dipahami, bahwa upah minimum hanya berlaku bagi buruh yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun. Hal ini disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) Permen Nakertrans No.17 Tahun 2005.
1 Mei menjadi tonggak bersejarah bagi kaum buruh di Dunia, dalam memperjuangkan hak-hak normatifnya. Selamat menyambut hari Buruh.

Alfian
KASBI Lampung

Senin, 07 Mei 2012

Integrasi Gerakan Mahasiswa


Percuma saja ribuan lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi, bila jutaan massa rakyat dibiarkan bodoh. Niscaya, lulusan – lulusan itu akan menjadi penindas baru bagi rakyatnya. (Y.B Mangunwijaya/Romo Mangun)


Sejarah gerakan mahasiswa, sejatinya adalah sebuah gerakan yang dibentuk oleh mahasiswa yang menginginkan sebuah perubahan. Apakah perubahan itu? Bagaimana bentuk dan caranya? Itu akan sangat bervariasi dari masa ke masa. Namun demikian satu yang jelas bahwa gerakan mahasiswa bisa menjadi pemicu perubahan tidak terlepas dari mahasiswa yang mempunyai waktu yang lebih dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Selain itu juga memiliki akses lebih terhadap informasi. Kedua hal itu memungkinkan mereka dapat dengan relatif mudah memahami kondisi terkini dan mengkritisi setiap kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Namun dengan berkembangnya neoliberalisme dan privatisasi (atau komersialisasi) kampus membuat mahasiswa menjadi semakin pasif dalam mengkritisi permasalah yang ada baik didalam kampus maupun diluar kampus. Hal ini tidak terlepas dari kurikulum pendidikan yang semakin ketat, peraturan absensi yang memberatkan, hingga tidak adanya akses atau saluran bagi mahasiswa untuk mengkritisi berbagai kondisi kampus. Mahasiswa kini hanya mendapatkan materi-materi kuliah yang tidak dapat menjawab persoalan dalam kehidupan sehari-hari rakyat dan justru melanggengkan penindasan.

Lahan Pemodal
Dalam sitem kapitalisme, pemilik modal mendapatkan keuntungan dengan mengambil nilai lebih dari klas buruh. Sejatinya tanpa klas buruh maka roda produksi dan masyarakat pun tidak akan berjalan. Dengan metode perjuangan pula klas buruh dapat memberikan pukulan yang cukup besar kepada sistem kapitalisme, contohnya dengan pemogokan. Di dalam kampus terdapat kondisi yang berbeda, mahasiswa tidak secara langsung berhubungan dengan corak produksi kapitalisme. Demikian sejatinya mahasiswa tidak memiliki kepentingan mendasar untuk menghancurkan sistem kapitalisme. Pukulan sistem kapitalisme akan bersifat relatif, namun dapat menjadi pemicu. Dengan demikian baik perjuangan maupun kesadaran masyarakatlah syarat persatuan dengan klas buruh.

Perkembangan neolibralisme semakin membuat pendidikan tinggi menjadi sulit untuk diakses oleh rakyat. Institusi pendidikan telah menjadi ladang untuk mengakumulasikan modal, karena itu biaya pendidikan selalu meningkat. Sehingga semakin lama semakin sedikit bahkan tidak ada lagi anak-anak buruh, petani, ataupun rakyat lainnya yang mengenyam pendidikan tinggi. Maka semakin sedikit kedekatan mereka dengan klas buruh dan rakyat tertindas lainnya.  

Kondisi diatas merupakan sebuah kesalahan ketika mahasiswa disempitkan hanya pada isu-isu kampus dan mahasiswa. Karena mahasiswa tidak mampu merubah sistem ini sendir. Namun disisi lain juga tidak tepat ketika kemudian memaksakan agar gerakan mahasiswa hanya membawa isu-isu politik nasional tanpa kemudian melihat kondisi basis massa di kampus. Dimana mahasiswa sekedar menjadi alat dari elit-elit politik yang tersingkir dari kekuasaan untuk memukul elit politik yang berkuasa dengan isu penggulingan, reshuffle cabinet,dsb.

Persoalan Rakyat
Organisasi mahasiswa tersebut pertama harus mempu membangun intelektual organik didalam organisasinya maupun kampus. Budaya intelektual organik merupakan bentuk perlawanan terhadap intelektual yang terbangun dalam institusi pendidikan borjuis. Dimana terjadi pemisahan antara intelektual dan kerja fisik, ilmu pengetahuan yang diajarkan didalam pendidikan tinggi tidak mampu menjawab persoalan rakyat dan tidak memajukan rakyat. Demikian tidak melibatkan civitas akademik dalam dunia pendidikan tinggi.

Untuk membangun budaya intelektual organik tersebut, maka hak-hak ekonomi, sosial dan politik mahasiswa harus direbut. Hak-hak tersebut banyak terangkum dalam program pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan berwatak kerakyatan. Namun hal tersebut harus terus di kampanyekan, diperjuangkan dan dijelaskan hingga ke tingkat paling rendah dalam sistem pendidikan kita seperti akses demokratis mahasiwa untuk menentukan metode pengajaran di kelas-kelas. Demikian program tersebut harus diintegrasikan dengan perjuangan klas buruh dan rakyat tertindas lainnya. Hanya dengan begitu maka dapat terbangun gerakan mahasiwa yang tegas berperspektif membangun tatanan masyarakat baru yang egaliter dan sejahtera.

Redyson Candra Jaya
Dewan Penasehat Keluarga Besar Mahasiswa Banjit
diterbitkan Lampost, Kolom OPINI pada Selasa, 8 Mei 2012